BABURANE – NASIONAL, Jabatan baru Mantan Ketua Umum PPP Mohammad Romahurmuziy sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai, mendapat kritikan dari internal partai. Pasalnya, jabatan itu dinilai tidak layak untuk diemban oleh Romy yang baru saja menyelesaikan hukuman pidana dengan kasus korupsi.
Wakil Ketua Majelis Pakar PPP Anwar Sanusi mengatakan bahwa Romy memang sudah menjalani hukuman atas kasus hukum yang menjeratnya. Secara aturan, mantan Ketua Umum PPP itu juga diperbolehkan kembali berpolitik.
“Persidangan itu tuntutan jaksa di bawah lima tahun, jadi kalau menurut KUHP memang kalau di bawah 5 tahun itu istilahnya bisa kembali ke politik. Ditambah lagi memang kemudian dia mengajukan banding kan diputuskan satu tahun lebih, potong kurungan bulan puasa sudah lepas karena sudah menjalani hukuman,” kata Anwar, seperti dikutip dari sindonews, Senin (2/1/2023).
Majelis hakim dalam putusannya juga tidak tidak mencabut hak politik Romy, sehingga pintu kembali ke dunia politik sangat terbuka. Secara yuridis formal, Romy masih berhak menjadi pengurus parpol, calon legislatif (caleg), atau jabatan politik lainnya. Kalau bicara hukum positif memang dia aman,” katanya.
Tapi menjadi persoalan, kata Anwar adalah Romy menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP menggantikan Muhammad Mardiono, yang kini menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Ketum PPP. Sebagai politikus senior PPP, Anwar jelas tidak setuju karena ada pelanggaran etika, sehingga Romy tidak layak mengemban jabatan tersebut.
“Kami senior boleh dibilang, saya masuk PPP 1982. Jadi kami melihat secara etika politik saya tidak setuju atau melanggar etika politik. Kurang wajarlah, kalau beliau menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan. Jadi sependapat kalau ada yang mengatakan bahwa kalau secara etika politik ya beliau enggak layak,” kata Anwar.
Soal Romy yang memiliki potensi membesarkan PPP, Anwar tidak menampiknya. Namun menurutnya Romy telah tersangkut kasus korupsi, sehingga secara etika tidak layak mengemban jabatan MPP. Sebagai ketua, nantinya Romy akan dimintai pertimbangan dalam berbagai keputusan partai.
“Tapi kalau orang sudah terlibat sekecil apa pun dalam bidang korupsi, secara etika politik belum layak. Apalagi langsung menjadi ketua MPP karena MPP kan Majelis Pertimbangan Partai. Yang diminta nasehatnya diminta sarannya diminta pertimbangannya,” katanya.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan ( PPP ) Achmad Baidowi mengungkap alasan partainya menunjuk Muhammad Romahurmuziy menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP). Romy, sapaan akrab Romahurmuziy, telah menyelesaikan hukuman pidana setelah terjerat kasus korupsi.
Achmad Baidowi menjelaskan, penunjukan Romy telah berdasarkan pertimbangan yang matang. Dia yakin Romy masih mempunyai kemampuan untuk kembali membesarkan PPP.
“Mas Romy di mata teman-teman PPP masih memiliki kemampuan untuk membesarkan partai. Adapun lain-lain itu tentu itu kewenangan dari tim revitalisasi yang memasukkan nama beliau sebagai Ketua Majelis Pertimbangan,” kata Achmad, Senin (2/1/2023).
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu pun menyinggung status Romy sebagai mantan narapidana korupsi. Awiek menjelaskan, Romy telah bebas murni dari hukuman satu tahun penjara dalam kasus dugaan suap jual beli jabatan di Kemenag. Terlebih, Romy juga tidak dihukum dengan pencabutan hak politik, setelah bebas dari balik jeruji besi.
“Beliau sudah bebas sejak tiga tahun yang lalu, berdasarkan putusan kasasi, beliau hanya divonis satu tahun. Tidak ada putusan pengadilan yang mencabut hak politik beliau. Jadi sah-sah saja beliau kembali ke politik,” ujarnya.
Awiek sapaan akrab Achmad menegaskan, tidak ada yang salah bagi Romy kembali terjun ke politik dan bergabung dengan PPP. Dimana berdasarkan putusan MK bahwa hukuman dibawah 5 tahun, masih boleh mencalonkan diri.
“Tuntutan hukumannya di bawah lima tahun yakni hanya empat tahun. Berdasarkan putusan MK, putusan yang di bawah lima tahun itu boleh mencalonkan sebagai calon anggota DPR, apalagi menjadi pengurus partai, sangat boleh,” katanya. [B-SN]